Deltanusantara.com – Keputusan pemerintah untuk menghentikan impor beras telah berkontribusi menurunkan harga beras dunia dari US$460 per ton menjadi US$390 per ton.
Diberitakan sebelumnya, Indonesia surplus beras, bahkan Bulog disebut telah menyewa dan meminjam gudang dari berbagai pihak, termasuk aparat dan desa.
Atas hal itu, harga beras dunia tengah pun mengalami penurunan tajam hingga di bawah US$ 400 per ton. Anjloknya harga beras ini, Pemerintah meyakini karena ada faktor Indonesia.
Baca Juga:
Diduga Langgar UU ASN Sebanyak 12 Orang Pegawai di Kabupaten Subang Terancam Diberhentikan
Keracunan Massal MBG di Bandung Barat Kembali Terjadi, Puluhan Siswa SMKN 1 Cihampelas Jadi Korban
Pemkab Ciamis Gelar Doa Bersama untuk Petani di Hari Tani Nasional 2025
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono memastikan hal itu tidak berpengaruh signifikan terhadap Indonesia. Sebagai negara yang kini tidak lagi mengandalkan impor.
Indonesia justru disebut sebagai salah satu penyebab turunnya harga beras global.
“Kalau tren beras dunia menurun, karena pelanggan utama dan yang paling banyak membelinya, nggak impor lagi, yaitu Indonesia,” kata Sudaryono dalam kunjungannya ke Rice Mill Unit (RMU) Bulog di Karawang, Jawa Barat, Kamis (15/5/2025).
“Begitu Indonesia nggak impor, mereka jadi oversupply, begitu oversupply maka harga jadi turun,” sambungnya.
Baca Juga:
Insiden Pendaratan di West Java Paragliding Championship 2025: Kompetisi Internasional di Sumedang
Wakil Bupati Sumedang Kunjungi Desa Cimarias Dukung Petani dan Tuntut CSR Perusahaan
Kritik Pedas Mantan Ketua HIPMI Hendra Ciho terhadap Sumedang Kreatif Festival
Pernyataan ini sekaligus menegaskan bahwa posisi Indonesia kini makin kuat sebagai negara produsen, bukan pembeli.
Kebijakan penghentian impor menurut Sudaryono, telah mengubah peta pasokan global dan menyebabkan harga di pasar internasional ikut tertekan.
Ia pun menegaskan, turunnya harga beras dunia tidak akan berdampak pada harga domestik.
Alasannya sederhana, karena sebagian besar beras yang beredar di Indonesia merupakan hasil produksi petani dalam negeri.
“Kita itu kan tidak terpengaruh, harga beras kita dengan beras dunia, karena kan kita produksi semua dalam negeri, sehingga nggak ada masalah,” sebut dia.
Justru saat ini tantangan utama pemerintah adalah mengelola panen yang melimpah. Ia menyebut situasi ini sebagai “good problem (masalah yang baik)”. Menurutnya, lebih baik kebanjiran hasil panen ketimbang kekurangan pasokan.
“Ini kan namanya good problem, lebih baik panen melimpah kita bingung cari solusi, daripada kita panennya nggak ada barangnya,” tuturnya.
Sudaryono juga membeberkan kondisi gudang Bulog yang sudah penuh akibat tingginya volume penyerapan beras dari petani.
“Ini menjadi catatan, sekali lagi, Bulog ini sudah luar biasa, ternyata panennya jauh lebih banyak daripada yang kita perkirakan. Sehingga kita berharap, ini gudangnya sudah penuh semua,” katanya.
Bahkan, demi menampung surplus beras, Bulog disebut telah menyewa dan meminjam gudang dari berbagai pihak, termasuk aparat dan desa.
“Udah nyewa gudang, udah pinjam gudang, udah gudangnya polisi, gudangnya tentara yang nggak terpakai, bahkan gudangnya kepala desa, kalau di desa itu ada gudang, kita udah sisir semua gudang supaya bisa menyerap lebih banyak,” lanjut Sudaryono.
Terkait kemungkinan ekspor di tengah turunnya harga global, Sudaryono tetap menjawab santai. Ia memastikan ekspor tetap bisa dilakukan dengan harga yang sesuai pasar.
“Saya kira kita nggak ada (masalah), kita mau ekspor kan kita tawarkan harganya segini,” ujarnya singkat.
Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman menyebut keputusan pemerintah untuk menghentikan impor beras telah berkontribusi menurunkan harga beras dunia dari US$460 per ton menjadi US$390 per ton.
“Terendah terjadi saat ini, karena kita tidak mengimpor,” ujar Amran kepada wartawan di kantornya.***
Yuk! baca artikel Deltanusantara.com lainnya di GoogleNews.
Penulis : Gerry
Sumber Berita : Kementerian Pertanian