Deltanusantara.com – Sudah banyak para ahli penelitian memberikan pencerahan kesalahan metodologis dalam penelitian, yang dilakukan Roy Suryo dan kawan-kawan dalam meneliti Ijazah Jokowi yang dituduh palsu.
Denny JA, seorang peneliti dan pendiri Lingkar Survey Indonesia (LSI) menyebutkan 5 Kesalahan Metodologi pihak penuduh.
Apa yang diuraikan sangatlah mencerahkan, dan isinya tidak tekstur cetakan. Namun satu hal krusial diabaikan, data tersebut tidak tervalidasi. Jumat (23/5/2025).
Baca Juga:
Diduga Langgar UU ASN Sebanyak 12 Orang Pegawai di Kabupaten Subang Terancam Diberhentikan
Keracunan Massal MBG di Bandung Barat Kembali Terjadi, Puluhan Siswa SMKN 1 Cihampelas Jadi Korban
Pemkab Ciamis Gelar Doa Bersama untuk Petani di Hari Tani Nasional 2025
Sebagai data sekunder yang belum diverifikasi, gambar digital itu tidak dapat dijadikan dasar analisis apapun,” jelas dia dalam uraian tulisannya.
Ia menyebutkan, seorang peneliti profesional tahu menggunakan data sekunder tanpa konfirmasi adalah pelanggaran berat dalam metode ilmiah.
Bukankah gambar itu bisa terdistorsi? Bagaimana proses digitalisasinya? Bagaimana kita tahu pasti data sekunder itu adalah sama dengan data primer?
Roy CS juga, mengabaikan Prinsip Triangulasi. Dalam riset yang sahih, satu sumber tak pernah cukup.
Baca Juga:
Insiden Pendaratan di West Java Paragliding Championship 2025: Kompetisi Internasional di Sumedang
Wakil Bupati Sumedang Kunjungi Desa Cimarias Dukung Petani dan Tuntut CSR Perusahaan
Kritik Pedas Mantan Ketua HIPMI Hendra Ciho terhadap Sumedang Kreatif Festival
Harus ada pembanding, harus ada konfirmasi silang, harus ada proses pengujian,” tulisnya.
Penuduh tidak membandingkan dengan ijazah alumni seangkatan, meminta klarifikasi resmi ke UGM sebelum menuduh, atau mengajukan uji forensik independen.
la hanya mengandalkan satu gambar digital. Ini bukan riset. Ini retorika yang menyamar sebagai analisis,”jelasnya.
“Ilusi Visual yang menyesatkan salah satu argumen yang diajukan adalah bahwa font Times New Roman belum digunakan pada tahun 1985.
Padahal secara historis, font itu telah dikembangkan sejak 1931 dan digunakan secara luas dalam mesin ketik dan percetakan profesional sejak tahun 1932.(”2)
Membangun argumen besar dari fakta keliru semacam ini disebut false premise. Bila fondasinya salah, maka seluruh bangunan argumennya runtuh.
Penuduh, mengabaikan Etika Riset. Ilmu bukan hanya soal teknik, tetapi juga soal etik.
Peneliti yang jujur mengakui keterbatasan data, bersedia diuji, dan tidak menyimpulkan besar dari bukti kecil.
Namun dalam kasus ini, si penuduh menggunakan sumber tak sahih, menolak klarifikasi dari lembaga resmi (UGM, yang menyatakan keaslian ijazah) tetap menyebarkan simpulan yang telah dibantah lembaga resmi UGM.
Alih-alih menyelidiki secara netral, penuduh tampaknya hanya ingin mencari konfirmasi bagi praduga awalnya.
la memilih data yang cocok dengan tuduhan dan mengabaikan semua bukti yang membantah.
Inilah yang disebut confirmation bias. Yang dicari tidak kebenaran, tapi hanya mencari pembenaran.
Untuk diketahui dari hasil Proses Pembuktian Bareskrim yang disampaikan dalam Konferensi Pers
Di ruang laboratorium forensik Puslabfor Polri, selembar ijazah diperiksa laksana artefak sejarah.
Tak ada debat politik, tak ada opini liar. Yang bekerja hanya cahaya mikroskop dan data.
Tim penyidik menelaah:
• bahan kertas dan pengamannya (seperti watermark),
• teknik cetak (handpress/letterpress),
• tinta tulisan tangan,
• stempel dan tanda tangan dari dekan serta rektor UGM saat itu.
Dokumen tersebut dibandingkan dengan ijazah milik alumni seangkatan Presiden Jokowi di Fakultas Kehutanan UGM.
Hasilnya: identik. Dari jenis kertas hingga format tanda tangan, semuanya berasal dari sistem akademik yang sah.
Penelusuran bahkan dilakukan ke 13 titik lokasi, termasuk:
• Rektorat dan fakultas di UGM,
• hingga ke arsip koran Kedaulatan Rakyat edisi Juli 1980, yang mencatat nama Joko Widodo sebagai mahasiswa baru.
Semua bukti—fisik, digital, dan historis—mengarah pada satu kesimpulan:
Ijazah itu asli. Ia bagian dari sejarah akademik yang otentik dan sah.***
Yuk! baca artikel Deltanusantara.com lainnya di GoogleNews.
Penulis : Gerry