Deltanusantara.com – RMI NU dan FPP Kabupaten Subang mengeluarkan maklumat resmi terkait kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang dinilai tidak sejalan dengan prinsip keadilan pendidikan dan nilai-nilai akhlakul karimah.
Maklumat ini menuntut agar pemerintah provinsi Jawa Barat mendukung lembaga pendidikan pesantren secara proporsional dan berkeadilan. Senin (28/7/2025).
Kebijakan yang disoroti antara lain penghapusan dana hibah untuk pesantren, kebijakan rombongan belajar (rombel) 50 siswa, diskriminasi bantuan pendidikan menengah umum (BPMU), dan kebijakan sekolah 5 hari yang dianggap mengancam keberlangsungan Madrasah Diniyah.
Baca Juga:
Diduga Langgar UU ASN Sebanyak 12 Orang Pegawai di Kabupaten Subang Terancam Diberhentikan
Keracunan Massal MBG di Bandung Barat Kembali Terjadi, Puluhan Siswa SMKN 1 Cihampelas Jadi Korban
Pemkab Ciamis Gelar Doa Bersama untuk Petani di Hari Tani Nasional 2025
Ketua RMI NU Kabupaten Subang, Ketua FPP Kabupaten Subang, Para kiai serta para Pengurus RMI NU FPP Kabupaten Subang, Jawa Barat, berharap Gubernur Dedi Mulyadi bersikap arip dan bijak dan peninjauan ulang kebijakannya.
Kami menyampaikan sikap atas kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang dinilai tak sejalan dengan prinsip keadilan pendidikan dan nilai-nilai akhlakul karimah yang diwariskan para muassis pesantren,” kata Ketua PFF Kabupaten Subang Ust Ahmad Sobari Al Fauzi.
Ia menyebutkan bahwa empat maklumat ini merupakan hasil musyawarah seluruh para pengasuh pondok pesantren dan para Pengurus RMI NU juga FPP Kabupaten Subang.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat seharusnya mendukung lembaga pendidikan pesantren secara proporsional dan berkeadilan, sebagaimana telah diamanatkan dalam konstitusi dan undang-undang 1945,” ucapnya.
Baca Juga:
Insiden Pendaratan di West Java Paragliding Championship 2025: Kompetisi Internasional di Sumedang
Wakil Bupati Sumedang Kunjungi Desa Cimarias Dukung Petani dan Tuntut CSR Perusahaan
Kritik Pedas Mantan Ketua HIPMI Hendra Ciho terhadap Sumedang Kreatif Festival
Ketua RMI NU sekaligus Ketua FPP Kabupaten Subang Ust. Ahmad Sobari Al-Fauzi, juga menyoroti kebijakan Gubernur Jawa Barat salah satunya, terkait penghapusan dana hibah untuk pesantren yang dinilai melanggar UU dan Perda serta Pergub.
Kami menilai Peraturan Gubernur No. 12 Tahun 2025 yang menghapus dana hibah pesantren dari APBD bertentangan langsung dengan UUD 1945 serta UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
Dalam undang-undang tersebut, disebutkan bahwa pesantren diakui sebagai lembaga pendidikan yang berhak mendapatkan afirmasi, fasilitasi, dan rekognisi dari negara.
Semestinya beliau mendukung terhadap keberadaan pesantren, bila ada hal yang dianggap salah ya, jangan sampai semua kena getahnya, berikan solusinya atau regulasi nya biar jelas,” tuturnya.
Kita ini mendukung beliau dan tidak meminta yang tidak-tidak. Jadi bila ada yang salah atau tidak sesuai harusnya di benahi agar berjalan sesuai dengan aturan.
Ia pun mengungkapkan terkait kebijakan Rombel 50 Siswa, yang dampaknya terhadap sekolah swasta, Kebijakan Penambahan Rombel di Jabar banyak merugikan sekolah swasta, dampaknya menciptakan ketimpangan kebijakan ini, yang berimbas pada menurunkan kualitas pembelajaran dan matinya sekolah swasta.
Menurutnya, keputusan Gubernur Jabar Nomor 463.1/KEP.323-DISDIK/2025 yang menetapkan jumlah maksimal 50 siswa per rombongan belajar (rombel) dinilai kontraproduktif.
Selain itu banyak juga sekolah swasta yang gulung tikar karena tidak mampu bersaing secara kuantitatif.
Pihaknya juga menyoroti diskriminasi Bantuan Pendidikan Menengah Umum (BPMU) antara negeri dan swasta yang tidak sesuai konstitusi.
Hal itu tercermin dari Peraturan Gubernur Jabar No. 58 Tahun 2022 dinilai diskriminatif. “Ketua RMI NU sekaligus FPP Kabupaten Subang menuntut agar tidak ada perbedaan perlakuan antara sekolah negeri dan swasta, hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 3/PUU-XXII/2024 dan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.
Ia menambahkan, maklumat ini menjadi bagian dari komitmen moral komunitas pesantren untuk terus menyuarakan kepentingan umat dan menjaga marwah pendidikan Islam di tanah Jawa Barat.
Menyoroti masuk sekolah 5 hari, yang dianggap mematikan Madrasah Diniyah (MD), hal senada diungkapkan Ketua DPC FKDT Kabupaten Subang, ia menyampaikan sekolah lima hari itu mengancam keberlangsungan Madrasah Diniyah (MD) yang sudah lama berdiri.
Surat Edaran Dinas Pendidikan Jawa Barat Nomor 58/PK.03/Disdik yang menetapkan lima hari sekolah, dinilainya mengancam eksistensi pendidikan madrasah diniyah.
Proses kegiatan belajar yang berlangsung hingga sore hari, siswa tak lagi memiliki waktu mengikuti pendidikan keagamaan nonformal yang menjadi ciri khas pesantren dan Madrasah Diniyah.
Maklumat untuk Pendidikan berkeadilan Ahmad Sobari menegaskan bahwa seluruh kebijakan pendidikan harus melibatkan unsur-unsur terkait, termasuk kalangan pesantren, demi menjaga keberlangsungan sistem pendidikan yang adil, berkarakter, dan berakhlakul karimah.
RMI NU dan FPP Kabupaten Subang menyerukan agar semua pihak ikut mengambil sikap atas kebijakan-kebijakan tersebut demi masa depan pendidikan Jawa Barat yang lebih baik khususnya Kabupaten Subang.
“Kami tidak menolak perbaikan, namun setiap kebijakan harus berpihak kepada kemaslahatan bersama, sesuai nilai-nilai leluhur yang diwariskan para masyayikh pesantren,” pungkas Ketua RMI NU sekaligus Ketua FPP Kabupaten Subang Ust Ahmad Sobari Al Fauzi,S.Pd.I,MM.Pd.
Ketua RMI NU sekaligus Ketua FPP Kabupaten Subang Ust Ahmad Sobari pun mengajak kepada seluruh para santri untuk membacakan sholawat Asygil selama satu Minggu kedepan.***
Penulis : Gerry