Deltanusantara.com – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menolak putusan Mahkamah Konstitusi tentang penggratisan sekolah swasta dan negeri di Indonesia.
Haedar menyatakan bahwa kebijakan tersebut akan membelah antara sekolah negeri dan swasta, serta merugikan sekolah swasta yang dikelola oleh organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah. Rabu (4/6/2025).
Ia meminta pemerintah untuk membuat kebijakan pendidikan yang tidak fragmentatif dan memisahkan antara sekolah negeri dan swasta.
Baca Juga:
Diduga Langgar UU ASN Sebanyak 12 Orang Pegawai di Kabupaten Subang Terancam Diberhentikan
Keracunan Massal MBG di Bandung Barat Kembali Terjadi, Puluhan Siswa SMKN 1 Cihampelas Jadi Korban
Pemkab Ciamis Gelar Doa Bersama untuk Petani di Hari Tani Nasional 2025
Haedar juga menyarankan perubahan regulasi pendidikan yang lebih integratif dan holistik untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. “Iya betul (tidak setuju),” ungkap Haedar
Ia berharap agar para perancang konstitusi dan pembuat kebijakan di sektor yudikatif, legislatif, dan eksekutif dapat memahami semangat pendiri bangsa yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Haedar menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam merumuskan kebijakan, terutama yang berkaitan dengan pendidikan.
“Kalau kemudian melakukan kebijakan misalkan seperti hasil MK kemarin, itu ya harus saksama yang dasarnya.
Baca Juga:
Insiden Pendaratan di West Java Paragliding Championship 2025: Kompetisi Internasional di Sumedang
Wakil Bupati Sumedang Kunjungi Desa Cimarias Dukung Petani dan Tuntut CSR Perusahaan
Kritik Pedas Mantan Ketua HIPMI Hendra Ciho terhadap Sumedang Kreatif Festival
Jangan sampai mematikan swasta yang sama dengan mematikan pendidikan nasional,” tegasnya.
Ia juga mempertanyakan kemampuan finansial negara dalam mengakomodasi pendidikan swasta.
Pasalnya pemerintah hanya mengalokasikan 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk sektor pendidikan.
“Kalau negara harus bertanggung jawab seutuhnya terhadap seluruh lembaga pendidikan swasta, apakah sanggup? Oke, normatifnya dua puluh persen, tetapi kan tersebar di banyak institusi negara.
Apakah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) diberi anggaran cukup untuk menanggung seluruh lembaga pendidikan swasta?” tuturnya.
Haedar menambahkan bahwa sekolah swasta cenderung ingin berkembang dan beradaptasi dengan cepat.
Ia menyarankan agar pemerintah memberikan keleluasaan kepada pendidikan swasta untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan pendidikan di negara.
“Beri keleluasaan, apalagi kan ada fenomena di mana sekolah negeri saja diberi badan hukum.
Ini memungkinkan mereka untuk mengembangkan usaha atau bisnis di bawah badan pendidikan, padahal itu negara,” jelasnya.
Muhammadiyah berencana untuk memantau pelaksanaan putusan MK sebelum memutuskan untuk mengajukan judicial review.
Haedar mengingatkan bahwa jika putusan tersebut berdampak buruk, Muhammadiyah akan siap untuk mengambil langkah hukum.
“Ada hal-hal yang berdampak buruk, baru kami ambil kebijakan. Kami tidak tergesa-gesa kami berpandangan agar ke depan semua dilakukan dengan saksama,” tutupnya.***
Yuk! baca artikel Deltanusantara.com lainnya di GoogleNews.
Penulis : Gerry