Deltanusantara.com – Isu pelarangan wisuda hingga kini masih ramai jadi perbincangan yang dibahas di sekolah-sekolah hingga menjadi viral.
Usai Provinsi Jawa Barat melalui kebijakan yang diterbitkan oleh Pemrov Jabar melalui Gubernur Dedi Mulyadi resmi melarang adanya prosesi wisuda di sekolah-sekolah di Jawa Barat.
Memang jika dikaji secara mendalam, pelarangan wisuda yang dimaksudkan oleh Gubernur Jabar tak serta merta muncul melalui asumsi belaka. Kamis (8/5/2025).
Baca Juga:
Bali United Kuatkan Lini Pertahanan dengan Datangkan Penjaga Gawang Asal Belanda, Mike Hauptmeijer
Polda Jabar Siapkan Ribuan Personel dan Skema Pengamanan Jelang Piala Presiden 2025
Besarannya Luar Biasa, Kenaikan Gaji Honorer Pulau Jawa 2025 Resmi Ditandatangani Menkeu Sri Mulyani
Ada banyak hal yang mendasari munculnya aturan ini, yang lebih utama tentu adalah konsep wisuda yang diterapkan di sekolah-sekolah justru tak berbeda jauh dengan apa yang dilakukan di perguruan tinggi.
Sejak lama banyak sekolah-sekolah di Indonesia dari jenjang SD hingga SMA banyak yang mengadakan wusuda di perpisahan seperti apa yang diadakan di perguruan tinggi.
Tak ada yang melarang memang pada awalnya, namun jika dilakukan dengan cara demikian tentu rasa-rasanya prosesi tersebut justru mencoreng kesakralan prosesi wisuda di perguruan tinggi yang sarat akan perjuangan, pengorbanan, dan kerja keras si mahasiswa untuk mencapai tahap tersebut.
Prosesi wisuda sendiri memiliki sejarah yang panjang dalam penerapannya. Dimulai pada abad ke-12 di Eropa khususnya di universitas-univesitas terkemuka misalnya Oxford dan Cambridge.
Baca Juga:
Pemberdayaan Masyarakat Desa Cisalak Melalui Edukasi Literasi oleh Mahasiswa KKN IPB Bogor
Korupsi Dana Desa Ratusan Juta HR Oknum Kepala Desa Harus Mendekam di Balik Jeruji Besi
Secara pemaknaan dan filosofinya, wisuda sendiri memiliki makna yakni momen pelantikan atau peresmian bagi seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan.
Kata wisuda berasal dari baha Jawa Kuno yakni wisudha yang memilii arti serupa.
Acara wisuda sendiri memiliki makna yang lebih luas, bukan hanya sekadar perayaan kelulusan, tetapi juga merupakan penghargaan dan pengakuan atas kerja keras dan dedikasi dalam mencapai tujuan pendidikan. Serta menandai tercapainya transisi ke fase baru dalam kehidupan.
Atas hal itu, Mendikdasmen Abdul Mu’ti memberikan pernyataan resmi soal polemik pelarangan wisuda di Jawa Barat kala menghadiri pembukaan Konsolidasi Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah tahun 2025 yang digelar di PPSDM Kemendikbudristek, Kota Depok, Jawa Barat pada selasa (29/14/2025)
Ia menyatakan bahwa wisuda tetap diperbolehkan dan lumrah dilakukan asal dalam pelaksanaannya tidak memberatkan baik secara finansial maupun psikologis, dan ada persetujuan antara orang tua peserta didik dengan pihak sekolah.
Wisuda juga boleh dilaksanakan asal tidak berlebihan dan tidak bersifat memaksa. Tidak perlu digelar di hotel mewah atau disertai dengan biaya yang besar.
Dari perspektif kementerian, jelas tak ada pelarangan dalam pelaksanaan wisuda selama tak ada pihak yang dirugikan baik secara materil maupun psikologis.
Wisuda yang dimaksud yakni perayaan wisuda yang lumrah dilakukan. Misalnya saja acara kelulusan yang dilakukan dengan mengadakan perayaan sederhana di sekolah dengan mengadakan pentas seni yang diisi oleh para siswa itu sendiri.
Selain itu, proses wisuda yang dilakukan dengan menggunakan dana iuran juga tak masalah dilakukan asal sebelumnya sudah terlibat perjanjian dan kesepakatan bersama untuk mengadakannya.
Perbedaan pandangan yang terjadi antara Gubernur Jabar dan Mendikdasmen tentu jika kita lihat secara jeli tentu tak hanya sekadar perbedaan pandangan namun lebih kepada memperkuat argumen dan saling melengkapi masing-masing argumen.
Dedi Mulyadi selaku Gubernur Jabar tentu resah dengan fenomena kelulusan di sekolah-sekolah akhir-akhir ini kerap mengadakan acara yang terkesan hedon dan memberatkan sebagian orang tua peserta didik.
Tren di Tiktok bahkan kerap memperlihatkan prosesi wisuda yang menampilkan acara-acara mewah di hotel-hotel berbintang.
Para siswa diharuskan untuk menyetorkan sejumlah uang yang sudah disepakati guna nantinya digunakan untuk acara kelulusan tersebut.
Dandanan yang menor, busana yang mewah, gaya berjas, foto sana-sini, mengundang para artis, hingga penggunaan gedung hotel mewah seakan telah menjadi hal yang melekat dan wajib dilaksanakan jika ingin benar-benar lulus dari sebuah sekolah
Tak cukup sampai di situ, ajang pelaksanaan wisuda di sekolah-sekolah dalam artian perpisahan juga kerap dijadikan sebagai ladang pungutan uang atau pengerukan keuntungan dari kalangan oknum guru yang ingin mencari untuk dari ketidaktahuan informasi yang dialami oleh para orang tua siswa.
Memang ada yang namanya rapat atau temu kangen dengan para orang tua, namun sekolah juga kebanyakan tidak memikirkan secara matang ide dari konsep perpisahan yang akan ditawarkan kepada orang tua apakah itu bermanfaat dan tidak membebankan atau sebaliknya.
Sekolah seakan sudah mencari cara dan menyiapkan momen untuk membicarakan rencana wisuda tersebut dan mencoba melibatkan sebagian orang tua yang digolongkan dalam kategori “mampu” untuk diajak bekerjasama memengaruhi orang tua yang lain agar mau ikut serta membiayai anak-anaknya di acara wisuda.
Maka dari itu, prosesi wisudalah yang layak ia laksanakan guna melengkapi akhir dari perjalanan akademiknya.
Tapi itu semua tergantung dari perspektif masing-masing kita memaknainya. Setiap dari keputusan yang diambil akan ada dampak dan konsekuensi yang akan didapatkan.
Begitu juga dengan polemik persoalan wisuda di sekolah-sekolah di Indonesia. Ada banyak cara yang bisa dilakukan sekolah-sekolah untuk merayakan kelulusan siswa-siswinya, misalnya mengadakan pentas seni yang diisi oleh siswa dan siswi berbakat, mengadakan perayaan kelulusan dengan melakukan doa bersama, mengadakan rekreasi ke tempat-tempat yang disetujui, dll.***
Yuk! baca artikel Deltanusantara.com lainnya di GoogleNews.
Penulis : Gerry